Sunday, April 14, 2013

Kopi tubrukk..




Pagi itu saya mengunjungi sebuah kantin disudut kota, cuaca cerah tapi masih cukup sejuk kalau tidak dingin. Menunggunya bertugas disabtu pagi tanpa punya ide mau ngapain. Saya pesan kopi hitam, panas lengkap dengan 2 tangkap roti, lumayan untuk ganjel perut pikir saya. 
Harumnya kopi menyeruak, saya seruput, rasakan pahit manisnya, panas panas sedap.
Seperti eyang saya, saya juga suka mencelup roti ke kopi panas. Saya nikmati paduannya, memang tidak salah selera orang dulu, tau saja menikmati hidup.

Bulan April, datang tergesa gesa.
Saya buka facebook, membaca status man-tereman, sabtu pagi biasanya banyak kabar baik kalau tidak sapaan dari teman lama. Satu yang baik yang saya catat, dari akun CS Lewis,  begini statusnya:
“I do not think the forest would be so bright, nor the water so warm, nor love so sweet, if there were no danger in the lakes.”
~ Out of the Silent Planet
Ada juga yang baru dilamar dipulau komodo, ceritanya romantis tapi sayang saya tidak ingat mungkin karena saya tidak cukup romantis untuk mengingat detailnya

Tapi saya ingat, saya begitu menikmati saat itu.
"being alone is underrated"
Ringtone Life in Technicolor II berbunyi, lumayan lama, kadang saya begitu menikmati lagu ini sampai saya malas menekan tombol answer dan mengangkat telepon.
Seterusnya:

bak bik buk...

jam 3 sore pun datang, tidak terburu buru
Saya melihatnya.. panik dan cantik.
Tidak apa sayang, saya menikmati saat bersamamu dan keluargamu.

"Time takes her time"
Sore itu saya dan dia sekedar jalan dijogging-trek tengah kota, saya nyeker dia pake celana panjang.
Memang tidak niat sebenarnya tapi kok malah nikmat, apalagi habis nyemil 1kg daging dewa berdua (ini baru romantis!), rasanya nikmat lemak ini dibakar.
Tak terasa malampun beranjak, pembicaraanpun semakin dalam. Ya duduk dirumput dipinggir lapangan, dibawah (dia bilang) bintang yang saya yakin bukan tapi planet entah apa, mengobrol terasa berbeda. Kejujuran mengalir, tidak terantisipasi. Banyak orang lewat, kebanyakan orang tua. Opa opa dengan teman seperjoggingannya, ada juga kucing, cantik tapi jual mahal. 

Saya tahu dia benci kucing dan saya terus meyakinkannya kucing itu adiknya harimau, jadi bukan hewan yang manja. Bukannya tidak suka anjing, kenapa saya dipaksa memilih kalau saya suka dua duanya. Saya suka anjing dan saya juga suka kucing.
Saya selalu suka bersamanya, saya juga menikmati kesendirian saya. 

Malamnya dia mengantar keairport dan setelah dipesawat saya baru sadar, hati saya ketinggalan


Sunday, October 17, 2010

Tempe, Sniper & Kapan Nikah

Malam hari ini saya membuka akun Facebook saya dan membaca update status seorang teman seperti ini:

"kalo lg ngidam makan tempe yg enak, rasanya pengen pulang ke rumah di timur jawa. Kalo ingat para tetangga dan sedulur dg pertanyaan "kapan nikah?", lebih baik nikmati saja tempe yg ada sekarang :D"

Lalu saya menulis comment ke teman saya itu kira2:

ya tinggal dijawab jeung, demi tempe enak ntar kalo dah jawab balik kesini sekalian bawain tempenya ya..hehe..

Ya saya juga ikut merasakan apa yang dirasakan teman saya itu..

Sebagai penggemar tempe saya memang merasakan bahwa tinggal dijakarta kita tidak mempunyai kemewahan untuk makan tempe yang rasanya seenak tempe yang kita temui didesa, seperti kampung ibu saya di Solo. Selain itu yang saya ikut rasakan juga adalah bahwa pertanyaan "kapan nikah" pernah mengganggu saya tapi tidak sekarang.

Maksud saya pertanyaan itu masih sering ditanyakan kepada saya tapi bedanya sekarang saya memilih untuk tidak merasa terganggu dan merespon dengan tinggal menjawab apa adanya dan dengan sedikit tersenyum.

Dulu saya cenderung menghindari situasi dimana saya bisa menjadi "sasaran tembak" para "sniper" yang namanya juga sniper, kita sudah bersembunyi juga tetap saya ketahuan dan langsung ditembak ditempat, tidak peduli apa situasinya, ada siapa saja, seakan-akan menjadi pertanyaan wajib entah hanya iseng, menyindir, atau sebenarnya kalau saya ambil positifnya memprovokasi saya supaya cepat cepat cari pasangan dan menikah.. ya mudah mudahan yang terakhir deh :)

Nah kalau sudah terlanjur ketangkap basah oleh para sniper itu dan mereka mulai menembak, respon saya cenderung defensif dan akhirnya membuat saya merasa terganggu. Kadang ketika saya berkata jujur kepada mereka bahwa memang belum punya pasangan saya merasa seperti mereka punya indera pendeteksi kelemahan saya dan mulai memberondongi saya dengan lebih banyak pertanyaan yang sebenarnya retoris dan hanya justifikasi dari apa yang sebenarnya ingin mereka katakan yaitu saya sudah cukup ini itu untuk menikah.. crap!

Well merasa cukup terganggu dengan pertanyaan tersebut saya coba memikirkan tentang hal ini dan berkesimpulan bahwa menghindari sniper sniper tersebut tidak akan memecahkan masalah. Gangguan ini hanya bisa diselesaikan dengan 2 hal:

1. Ketika saya sudah punya pasangan dan sudah berencana untuk menikah,
tapi ini rasanya belum bisa jadi alternatif karena saya belum punya pasangan, jadi alternatif kedua ini yang paling mungkin saya lakukan:

2. Menjawab apa adanya dan merespon dengan tenang, bagaimanapun sniper sniper itu memberondongi saya dengan peluru2 kaliber yang kelasnya lebih berat saya akan menjawab apa adanya dan tetap tenang. Kalau memang ada pertanyaan yang saya tidak tahu jawabannya saya cukup tersenyum sambil mengangkat bahu saya, bahasa tubuh yang cukup universal yang artinya "tidak tahu". Cukup jelas untuk menjawab pertanyaan mereka tapi cukup tidak jelas juga untuk membuat mereka tidak mengambil kesimpulan yang salah.

Niscaya kalau sniper sniper tersebut masih waras mereka akan berhenti mencecar walalupun mereka masih punya banyak amunisi..tapi kalau masih juga mencecar tetap tenang, mulai mengalihkan pembicaraan dan mulai ambil langkah seribu alias kabur, hehe... Oiya satu lagi jangan terlalu dianggap serius :)